It's you. It's always just been you #2
Ku
lihat dia duduk dibangku outdoor dekat jendela-jendela kaca besar yang
berbingkai kayu menghadap ke Boulevard
Saint-Germain, dia tampak
lebih tampan, dengan mengenakan jaket berwarna denim. Seperti biasa, dia
tak pernah berubah. Aku tau persis bagaimana style
favorite-nya. Bagaimana tidak? Dulu kami berpacaran hampir 5 tahun. Akan ku
ceritakan bagaimana kisahnya nanti di akhir cerita ini..
Dia
melambaikan tangannya seraya memanggilku, aku menghapirinya dengan berjalan
perlahan. Sosoknya menghadirkan debar-debar perasaan tak menentu.Aku duduk
disampingnya, gemetar tubuhku, mata kami sempat bertatap terpesona untuk
beberapa detik. Dia memang tidak terlalu tampan, hanya menarik dan
berkarisma. Pembawaannya yang tenang membuat hati wanita selalu terpikat.
Mungkin
Tuhan sedang berbaik hati mempertemukan kami kembali, disini. Beberapa hal
dalam hidup terjadi dengan penuh kejutan. Sesuatu yang tak pernah ku
sangka, aku dapat merasakannya.
Semburat
kerinduan di wajahnya terpancar jelas kala mata coklat itu membelaiku dengan
tatapan. Kami saling berpandangan tak membuka suara.
“Bonne
journée, ada yang dapat saya
bantu?” tiba tiba suara serveurs memecah keheningan.
“Ehm,
saya pesan kopi, kamu mau pesan apa dar?” Tanya Adit.
“Aku, chocolat chaud” jawabku.
“Kopi
dan chocolat chaud.”
Ungkap Adit kepada serveurs itu. Ia pun pergi meninggalkan kami.
“Ada
apa Dit? Kenapa kamu ngajak aku ketemu disini? “
“I
miss you dara. So much. Gimana kabar kamu disini? Ada banyak hal yang mau
aku omongin sama kamu.” Tangannya menggenggam tanganku.
“Aku
baik-baik aja kok disini. Apa yang mau kamu omongin sekarang?” Dengan nada
pelan. Aku mencoba menenangkan hatiku.
“Aku
akan menikah Desember nanti dar.” Lirih, kudengar suaranya
“Aku
udah tau dit, selamat ya. Aku ikut bahagia buat kamu”
Seketika itu airmataku terjatuh, bantinku menangis. Pilu. Aku melepaskan genggaman tangannya. Aku sudah tahu hal itu dari temanku Mia, tapi mendengar ia mengatakannya langsung dihadapanku membuat hatiku semakin rapuh, kalut. Seolah dunia berkonspirasi membuat perih semakin pedih. Aku tahu ini suatu kesatuan utuh,saat aku berani mencinta, aku akan dihadapkan dua pilihan, bahagia dan terluka.
“Tapi
dar, bukan itu yang aku mau.”
“Sudahlah,
itu pilihanmu. Semoga dia yang terbaik buat kamu dit. Oh yaa, aku gak bisa
lama-lama dit aku harus pergi sekarang, cheer up dit! Sukses ya buat foto
prewedding nya.” Dengan senyum yang dipaksakan aku meninggalkan dia yang
tertunduk sendirian.
“Mengapa
kau pergi secepat itu? Tak rindu kah kau padaku Dara?” sedikit berteriak.
Dia
sempat mengejarku, namun aku segera pergi dan menghilang ditengah kerumunan orang-orang
pengunjung cafe.
Aku
berjalan setengah berlari, mencoba menata hati dan menenangkan perasaan.
Pikiranku disesaki kesunyian. Betapa nestapa cinta yang ku punya, setiap
langkah yang ku tapaki terasa hampa, meninggalkan jejak kekosongan yang tak
berarti apa-apa. Kelemahan, keputusa asaan, kegelisahan semua bagian dari rasa
kesepian.
--
Aku
menetap di Paris karena sedang menyelesaikan s2 ku di Universite Paris Pantheon Sarbonne fakultas ilmu ekonomi.
Alasanku memulih Paris karena kota ini terkenal dengan sejuta
keindahannya, dan aku dapat menyalurkan hobby ku disini, Photography.
Minggu
pagi, waktu menunjukan pukul 07.00.
“Dara!
Dara!” Suara seseorang didepan apartment ku. Tak salah lagi itu suara Madam
Alice, aku terheran mengapa Madam Alice memanggilku sepagi ini.
“Iya
madam? Ada apa?.” Jawabku hendak membukakan pintu.
“Ada
kiriman paket, dan se-bucket bunga untukmu, tadi pagi kutemukan di lobby saat
sedang ku bersihkan.”
"Oh,
terimakasih madam. Apakah madam tahu siapa pengirimnya?"
"Maaf
Dara, aku tidak tahu. Aku akan kembali ke dapur untuk sarapan bersama Lucy dan
Monsieur Adrient. Apakah kau mau bergabung dengan kami?."
"Wah
menyenangkan sekali, tetapi tidak udah madam. Terimakasih."
"Baiklah."
Aku
penasaran dan segera melihat isi kiriman tersebut. Saat ku buka ternyata isinya
dua buah novel, To
Seduce A Sinner karya
Elizabeth Koyt dan Lapture
karya Lauren Kate. Sungguh ia tahu betul buku yang sedang aku cari
selama ini. Aku mencari nama pengirim didalam kiriman itu, yang aku temukan
hanya secarik kertas bertuliskan.
“I’d like mornings better. If my mornings started with you”
- Andara Kirana Mahestry -
Aku
terkekeh heran, hey! siapa seseorang yang mengirimkan paket ini. Seperti halnya
minggu lalu, aku mendapat sebuah paket yang berisi payung berwarna merah muda,
saat aku sedang membutuhkannya. Sepertinya dia selalu tahu apa yang aku
inginkan, tapi siapa dia?. Begitulah, kejutan itu selalu hadir dengan hal
yang tak terduga. Siapapun itu aku sangat berterimakasih.
--
Hari ini aku berencana mengajak Lucy untuk pergi ke Arc de Triomphe, monumen ini dibanguun untuk mengenang kemenangan pertempuran Napoleon Bonaparte, bangunan yang memiliki tinggi 164 meter ini memiliki relief yang menggambarkan pertempuran yang dahsyat. Aku tau tempat itu dari internet, selebihnya aku ingin membuktikan sendiri keindahan dan nilai estetika monumen tersebut dengan pergi ke sana. Aku memang senang menemukan hal-hal baru, termasuk pergi ke tempat-kempat baru yang menakjubkan.
Sepanjang perjalanan Lucy bercerita tentang lelaki yang mengajaknya berkencar kemarin sore. jadi itu sebabnya ia tak ada saat aku mencarinya, menyenangkan sekali pasti dapat berkencan dengan seseorang yang kita sayangi. Aku sudah lupa bagaimana rasanya..
"Cy, aku kemarin ketemu Adit"
"Astaga?
Are you serious? Dimana?"
"Serius
cy, di De Flore."
"Ngapain?
kok kamu baru cerita sih."
"Iya,
dia ngajak aku ketemu, abis aku mau cerita. Kamu lagi pergi sama gebetan kamu,
yaudah deh aku temuin dia, tapi cuma sebentar. Aku tinggalin dia pergi."
"Tapi
kenapa?"
"Dia
bicara tentang pernikahannya, dan kamu tau aku kan cy?"
...
"Dar, menurut aku kamu harus jujur sama dia tentang perasaan kamu. Kmu gak bisa boong hati kamu kan kalo kamu masih sayang dia, dara setelah itu kamu bisa tenang. Apa yang terjadi nanti kita gak tau kan? Rencana Tuhan selalu lebih indah dar. Kamu cinta kan sama dia? coba kamu ikhlasin dia, relain dia bahagia. Dia bukan milik kamu lagi! sadar itu.Cinta mengajarkan kita untuk ikhlas pada setiap balasan, meski itu sakit sekalipun. Jika cinta tentang pengorbanan, mungkin sudah saatnya kehilangannya kamu ikhlaskan. "
({})
Setelah sampai tempat tujuan, ternyata Arc de Triomphe tidak seperti yang ku lihat di
internet. Bagunan ini tidak tampak seperti Monumen Perancis pada abad ke-18
saat Revolusi Perancis. Di
salah satu dinding tertuliskan “Le monument est une patrimoine de l’empire de
Napoleon” yang berarti “ini adalah peninggalan dari kerajaan Napoleon”. Selain
itu, di bawah lengkungan monumen Arc de Triomphe terdapat dinding dengan ukiran
nama-nama jenderal dari pasukan Napoleon dengan tambahan berbagai ornamen
dewa-dewi mitologi Yunani yang indah. salahsatu relief di dinding L'Arc de
Triomphe ada yang bercerita tentang mahkota kemenangan Napoleon. Monumen ini
tepat berada di tengah simpang 12, Champs-Elysees
Road.
Bangunan ini tampak seperti monumen modern
yang disulap menjadi tempat wisata, dan berbelanja, karena disepanjang lorong
L’Arc de Triomphe, banyak pedagang kaki lima yang diisi oleh imigran Afrika
yang menjual gantungan kunci, tempelan kulkas, dan pernak pernik khas Prancis
berbentuk Menara Eiffel.
Banyak Turis lokal dan
mancanegara yang berfoto disana, segera ku ambil kamera DSLR kesayanganku di
dalam tas, kamera ini adalah hadiah ulang tahunku yang ke 17 dari orang tua ku,
meskipun terbilang jadul tapi aku sangat menyayanginya.
Aku mencari spot terbaik
untuk mengambil gambar terbaik Arc
de Triomphe. Saat aku dan lucy berkeliling, tiba-tiba
seorang laki-laki menarik tanganku dari belakang, aku terkejut dan menoleh.
“Varel?” Aku mengernyitkan dahi.
“Maaf dara, aku ingin bicara
denganmu” Sontak menarik tanganku dan membawaku berlari, entah kemana. Dan
meninggalkan Lucy yang terbengong sendiri.
Aku sangat geram, dia
mencengkram tanganku sangat kuat. Membawaku ke sebuah taman yang terdapat
tempat duduk di samping danau, dia menyuruhku duduk diikursi panjang
disebelahnya.
Varel duduk, masih dengan nafas
yang terengah-engah.
“Kamu kenapa sih rel ngajak
aku kesini?” Tanyaku kesal.
Farel samasekali tak
menghiraukan pertanyaanku.
“Kenapa akhir-akhir ini kamu
menjauh dari aku dar? Apa aku salah sama kamu?.”
“Kamu ngomong apa sih? Aku
gak kenapa-napa, itu perasaan kamu aja.”
“Tapi kamu berubah dara, aku
ngerasa kehilangan kamu.” bibirnya bergetar, sorot matanya menunjukan ketakutan.
Ada setitik rasa di tepian hati yang entah
apa namanya, mungkin rasa sesal, rasa bersalah merasuki pikiranku, menyesaki
dadaku. Varel, lelaki yang selalu ada untukku, mengisi hari-hari ku. Bukan aku
tak tahu, dia memiliki perasaan istimewa padaku. Tapi aku tak pernah sedikitpun
membalasnya, tak lain hatiku masih terpaut kenangan masa lalu, perasaan sayang
itu masih satu, utuh. Aditya Naufal Syafaraz.
Terimakasih karna telah menyayangiku, terima kasih untuk
tetap bertahan dalam pengabaianku, terima kasih untuk segala tunggu dan
penantian, juga sebentuk doa dan pengharapan.
Komentar
Posting Komentar